Belajar dari Tragedi Kanjuruhan, Menanamkan Mental Rivalitas Sehat sejak Dini

Posted on

Belajar dari Tragedi Kanjuruhan, Menanamkan Mental Rivalitas Sehat sejak Dini

Tragedi Kanjuruhan tersisa duka dalam untuk rakyat Indonesia. Psikiater medis forensik dari Kampus Indonesia (UI), Kasandra Putranto, menerangkan pentingnya memberi pengetahuan berkenaan persaingan yang sehat sejak awal kali untuk membuat situasi laga olahraga yang aman.

“Harus ada pengajaran sejak awal kali,” tutur Kasandra.

Pengetahuan berkaitan persaingan yang sehat untuk tingkat supporter maknanya bukan hanya memberikan dukungan saat sebuah team olahraga memenangi laga saja tetapi team yang disokong alami kekalahan, itu harus juga diterima. Hal tersebut dikatakan Kasandra berkaitan tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang selesai club sepakbola Arema Malang alami kekalahannya dengan Persebaya, di mana terjadi kekecewaan hasil akhir yang memacu reaksi supporter.

Sosiolog dari UI, Ida Ruwaida, memiliki pendapat sama. Salah satunya langkah untuk menahan kembali terulangnya kejadian sama dibutuhkan pembelajaran yang pas ke beberapa pencinta olahraga berkenaan sportivitas dan persaingan sehat.

“Perlu pembelajaran dan penyadaran ke beberapa supporter, panitia, atau beberapa pihak berkaitan. Ini harus dilaksanakan secara berlapis, struktural, dan intensif, terhitung mengikutsertakan beragam kelompok seperti sekolah, pemuka agama, media, sampai peer groups. Ini mengingat latar belakang supporter beragam, baik dari usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, dan area tinggal,” tutur Ida.

Evaluasi tuntas
Berkaitan tragedi Kanjuruhan, baik Kasandra dan Ida juga setuju bukan hanya dari sisi supporter yang penting dipelajari tetapi juga faksi pelaksana sampai petugas keamanan. Kasandra memiliki pendapat penilaian dapat diawali dari faksi panitia pelaksana yang tidak ikuti prosedur operasi standar (SOP), dimulai dari jumlah ticket yang diciptakan melewati kemampuan sampai waktu laga yang terlampau malam.

Disamping itu, dari sisi petugas keamanan penilaian dapat dilaksanakan berkaitan dengan pemakaian gas air mata dan langkah pengatasan yang usai tidak sanggup membendung massa. Sementara Ida memiliki pendapat dari sisi pelaksana semestinya penilaian dalam tragedi Kanjuruhan mempertimbangkan faktor psikis massa. Mereka setuju beberapa faktor di atas perlu diakui dan tentu saja diperlukan resiko hukum supaya peristiwa sama tidak terulang lagi.

“Semestinya ada evaluasi sosial yang mahal untuk siapa saja pelaksana aktivitas yang memobilisasi atau mengikutsertakan massa besar dari peristiwa ini,” papar Ida.

Tragedi Kanjuruhan berawal dari kekacauan yang terjadi sesudah laga Liga I di antara Arema FC menantang Persebaya usai dengan score 2-3. Kekalahan yang terjadi di kandang Arema itu membuat beberapa supporter masuk ke tempat lapangan. Keadaan makin kacau sesudah beberapa beberapa benda seperti flare dan botol minum dilempar ke lapangan.

Petugas keamanan sebetulnya telah usaha menepis supaya beberapa supporter tidak menghangat. Di tengah-tengah keadaan itu, petugas pada akhirnya lakukan shooting gas air mata dan keadaan malah makin menghangat hingga menelan beberapa korban jiwa.