Stenly, Fredly, Chiva dan Cilia, pelajar SMPN 1 Mamboro, Kabupaten Sumba tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) ngotot seberangi kali yang kerap dilalui buaya cuma untuk bertandang ke pos baca Ibu Lira di Dusun Manuwolu, Kecamatan Mamboro untuk belajar membaca.

Stenly, Fredly, Chiva dan Cilia, pelajar SMPN 1 Mamboro, Kabupaten Sumba tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) ngotot seberangi kali yang kerap dilalui buaya cuma untuk bertandang ke pos baca Ibu Lira di Dusun Manuwolu, Kecamatan Mamboro untuk belajar membaca.

Jarak menempuh dari rumah Stenly dan teman-teman ke Pos Baca Ibu Lira sekitaran 3 km (KM) dengan jalan kaki, dan dapat habiskan waktu sekitaran 30-45 menit. Untuk memendekkan jarak menempuh, karena itu mereka harus melalui sebuah kali yang kerap dilalui buaya. “Ada buaya di kali itu,” kata Chiva saat dijumpai Tempo di pos baca ibu Lira.
Sungai yang menjadi rumah buaya itu, bukan jadi penghambat untuk Stenly dan teman-teman untuk belajar membaca dan bermain di Pos Baca Ibu Lira. Walau sebenarnya Stenly dan teman-teman bisa membaca. “Orangtua perkenankan kami untuk tiba ke pos baca. Kami dapat belajar masalah narasi rakyat dan yang lain,” tutur Chiva.
Pos baca Ibu Lira sebagai salah satunya dari 13 pos baca yang berada di Sumba Barat dan tengah yang dinaungi oleh Save The Children. Walaupun dengan kebatasan fasilitas prasarana, tetapi ibu Lira masih tetap semangat menolong anak-anak umur sekolah dimulai dari usia enam tahun sampai 11 tahun belajar dalam pos baca itu. “Yah, masih pakai rumah individu untuk jadi pos baca untuk anak-anak,” kata Ibu Lira.
Dalam jumlah anak yang capai 60 orang di pos baca itu, Ibu Lira mau tak mau memakai pelataran rumah untuk anak-anak di atas kelas V SD untuk bermain dan membaca. Karena kamar tamu yang dipakai kurang cukup memuat anak-anak sekitar itu.
Kebatasan ruangan sampai buku

Selainnya kebatasan ruang, masalah lain Ibu Lira yaitu tersedianya buku bacaan yang terbatas, hingga ia harus menulis narasi rakyat dari beberapa cerita masyarakat di tempat di kertas karton dan dibagi ke anak-anak untuk membaca.
“Beberapa buku terbatas, hingga saya akali menulis di karton dan bagi ke anak-anak untuk membaca,” terangnya.

Walaupun dalam kebatasan itu, wanita 38 tahun asal Mentawai, Sumatera Barat ini masih tetap buka pos baca itu karena sedih dengan Sumber Daya Manusia (SDM) anak-anak di dusun Itu. Rerata anak-anak tidak dapat membaca sampai duduk ke kelas III Sekolah Dasar (SD).

Media dan Merek Manajer Save the Children, Dewi Sri Sumana menjelaskan hasil Literatur Assessment Save the Children Program Sponsorship tahun 2022 memberikan jika 60 % anak-anak kelas 3 SD digolongkan sebagai anak-anak non-pembaca, di mana anak-anak itu tidak bisa membaca lancar dan pahami bacaan yang dibaca.

About admin

Check Also

Pukat: Bahaya bila Laporan PPATK Diberikan ke DPR, Digeser Jadi Masalah Politik

Pukat: Bahaya bila Laporan PPATK Diberikan ke DPR, Digeser Jadi Masalah Politik

Pukat: Bahaya bila Laporan PPATK Diberikan ke DPR, Digeser Jadi Masalah Politik Laporan Hasil Analitis …